memang
banyak dicari karena puisi karya sastrawan legendaris Indonesia ini memiliki
ciri khas tersndiri yang tidak dimiliki sastrawan lainnya. Beliau lahir di
Medan 1922 kemudian pindah dan menetap di ibu kota.
Karena sikapnya yang rendah hati dan ramah membuatnya memiliki banyak teman mulai dari kalangan bawah hingga para penjabad negeri ini. Dengan keserdehanaanya beliau menungkan segala inspirasinya ke dalam tiap bait puisi yang dia ciptakan.
Karena sikapnya yang rendah hati dan ramah membuatnya memiliki banyak teman mulai dari kalangan bawah hingga para penjabad negeri ini. Dengan keserdehanaanya beliau menungkan segala inspirasinya ke dalam tiap bait puisi yang dia ciptakan.
Berikut ini adalah beberapa kumpulan puisi karya chairil anwar yang melegenda dan masih diminati hingga sampai saat ini.
Kumpulan
Puisi Karya Chairil Anwar Terbaik
PUISI
KEHIDUPAN
Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru
Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Tapi… coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku
Karena ibadahku masih pas-pasan
Kuraba dahiku
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku….
Hmm… masih lebih besar duniawiku
Ya Allah
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Masihkah aku diberi kesempatan?
Ya Allah….
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
Astagfirullah…
Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah…
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang…
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu…
Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana…
Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana…
Ya Allah,
Ijikanlah
Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru
Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Tapi… coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku
Karena ibadahku masih pas-pasan
Kuraba dahiku
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku….
Hmm… masih lebih besar duniawiku
Ya Allah
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Masihkah aku diberi kesempatan?
Ya Allah….
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
Astagfirullah…
Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah…
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang…
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu…
Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana…
Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana…
Ya Allah,
Ijikanlah
PRAJURIT
JAGA MALAM
Waktu jalan.
Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda
yang lincah yang tua-tua keras,
bermata
tajam
Mimpinya
kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di
sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka
pada mereka yang berani hidup
Aku suka
pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang
berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan.
Aku tidak tahu apa nasib waktu !
AKU
Kalau sampai
waktuku
‘Ku mau tak
seorang kan merayu
Tidak juga
kau
Tak perlu
sedu sedan itu
Aku ini
binatang jalang
Dari
kumpulannya terbuang
Biar peluru
menembus kulitku
Aku tetap
meradang menerjang
Luka dan
bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga
hilang pedih peri
Dan aku akan
lebih tidak perduli
Aku mau
hidup seribu tahun lagi
KRAWANG-BEKASI
Kami yang
kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa
teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi
siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang
kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara
padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada
rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati
muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang,
kenanglah kami.
Kami sudah
coba apa yang kami bisa
Tapi kerja
belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma
tulang-tulang berserakan
Tapi adalah
kepunyaanmu
Kaulah lagi
yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa
kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak
untuk apa-apa,
Kami tidak
tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah
sekarang yang berkata
Kami bicara
padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada
rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang,
kenanglah kami
Teruskan,
teruskan jiwa kami
Menjaga Bung
Karno
menjaga Bung
Hatta
menjaga Bung
Sjahrir
Kami
sekarang mayat
Berikan kami
arti
Berjagalah
terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang,
kenanglah kami
yang tinggal
tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami
terbaring antara Krawang-Bekasi
HAMPA
kepada sri
Sepi di
luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku
pohonan. Tak bergerak
Sampai ke
puncak. Sepi memagut,
Tak satu
kuasa melepas-renggut
Segala
menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini
menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung
punda
Sampai binasa
segala. Belum apa-apa
Udara
bertuba. Setan bertempik
Ini sepi
terus ada. Dan menanti
SAJAK
PUTIH
Bersandar
pada tari warna pelangi
Kau depanku
bertudung sutra senja
Di hitam
matamu kembang mawar dan melati
Harum
rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi
menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka
air kolam jiwa
Dan dalam
dadaku memerdu lagu
Menarik
menari seluruh aku
Hidup dari
hidupku, pintu terbuka
Selama
matamu bagiku menengadah
Selama kau
darah mengalir dari luka
Antara kita
Mati datang tidak membelah
Kumpulan Puisi Karya
Chairil Anwar
DIPONEGORO
Di masa
pembangunan ini
tuan hidup
kembali
Dan bara
kagum menjadi api
Di depan
sekali tuan menanti
Tak gentar.
Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di
kanan, keris di kiri
Berselempang
semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan
tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan
tanda menyerbu.
Sekali
berarti
Sudah itu
mati.
MAJU
Bagimu
Negeri
Menyediakan
api.
Punah di
atas menghamba
Binasa di
atas ditindas
Sesungguhnya
jalan ajal baru tercapai
Jika hidup
harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
CINTAKU
JAUH DI PULAU
Cintaku jauh
di pulau,
gadis manis,
sekarang iseng sendiri
Perahu
melancar, bulan memancar,
di leher
kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin
membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak
‘kan sampai padanya.
Di air yang
tenang, di angin mendayu,
di perasaan
penghabisan segala melaju
Ajal
bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan
perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan
sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang
bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal
memanggil dulu
Sebelum
sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh
di pulau,
kalau ‘ku
mati, dia mati iseng sendiri.
YANG
TERAMPAS DAN YANG PUTUS
kelam dan
angin lalu mempesiang diriku,
menggigir
juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah
merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di
Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah
dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa
lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini
hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam
dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
PERSETUJUAN
DENGAN BUNG KARNO
Ayo ! Bung
Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah
cukup lama dengan bicaramu
dipanggang
diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai
tgl. 17 Agustus 1945
Aku
melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang
api aku sekarang laut
Bung Karno !
Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di
zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di
uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
DERAI
DERAI CEMARA
cemara
menderai sampai jauh
terasa hari
akan jadi malam
ada beberapa
dahan di tingkap merapuh
dipukul
angin yang terpendam
aku sekarang
orangnya bisa tahan
sudah berapa
waktu bukan kanak lagi
tapi dulu
memang ada suatu bahan
yang bukan
dasar perhitungan kini
hidup hanya
menunda kekalahan
tambah
terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu,
ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada
akhirnya kita menyerah
SENJA DI
PELABUHAN KECIL
buat: Sri
Ajati
Ini kali
tidak ada yang mencari cinta
di antara
gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta
temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus
diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis
mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung
muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk
pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini
tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi.
Aku sendiri. Berjalan
menyisir
semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba
di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai
keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Itulah
beberapa kumpulan puisi karya chairil anwar yang berhasil
tersedot yang ambil dari berbagai macam sumber.
0 komentar:
Posting Komentar